BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi antarpersonal merupakan proses memberikan sesuatu kepada orang lain dengan kontak tertentu atau dengan mempergunakan suatu alat. Komunikasi interpersonal hanya melibatkan satu individu.
Penggunaanbahasa yang baik sangat mendukung komunikasi. Dengan menggunakan bahasa yang baik pihak yang dituju dalam komunikasi antarpersonal dapta menerima dan memahami pesan yang disampaikan komunikator, lebih dari itu, situasi komunikasi yang efektif dan serasipun dapat dikembangkan.
Kemampuan menggunakan bahasa yang baik tidak hanya terkait dengan kemampuan seseorang memahami dan menerapkan kaidah ketatabahasaan, tetapi juga berhubungan dengan kemampuan seseorang memahami unsur-unsur yang terlibat dalam praktik komunikasi. Unsur-unsur itu mencakup siapa dan bagaimana karakteristik penerima pesan, tujuan penyampaian pesan, alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan, dan bagaimana karakteristik situasi komunikasi ketika penyampaian pesan berlangsung. Secara umum, bidang ilmu yang menelaah unsur-unsur komunikasi itu adalah retorika.
Retorika adalah ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penataan, dan penampilan tutur untuk membina saling pengertian, kerja sama, serta kedamaian dalam kehidupan masyarakat (Oka, 1976: 44). Sedangkan Keraf (2006: 18) mendefinisikan retorika sebagai cara pemakaian bahasa sebagai seni, lisan maupun tulisan yang didasarkan pada suatu pengetahuan atau suatu metode yang teratur dan tersusun baik.
Menurut Richards dalam Atmazaki (2006: 1) retorika merupakan seni yang mengadaptasi wacana sebagai tujuan akhir, tujuan utama retorika adalah untuk menemukan cara agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Dari beberapa Pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa retorika merupakan kajian bagaimana kita bisa berkomunikasi atau berbicara di depan orang lain tidak menimbulkan kebosanan, kemuakan, kekesalan, dan membuat orang merasa tertarik, terpukau dengan penampilan kita.
Dalam kehidupan berkomunikasi, sering terjadi adanya komunikasi yang tidak lancara karena apa yang diucapakan oleh penutur tidak berarti dapat didengar oleh penerima, apa yang didengar penerima tidak berarti dapat dimengerti, apa yang dimengerti tidak berarti disetujui dan apa yang disetujui belum tentu dilaksanakan. Intinya, komunikasi yang baik adalah komunikasi yang mampu membangun saling pengertian dan pemahaman antar pihak yang terlibat dalam praktik komunikasi.
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
- Bagaimana diksi dalam retorika?
- Bagaimana gaya bahasa dalam retorika?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Diksi
1. Pengertian Diksi
Diksi adalah pilihan kata untuk mengungkapkan gagasan (Zaidan, Abdul Rozaket al, 2000:58). Sedikit sama dengan pengertian sebelumnya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) memandang diksi sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan hingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan) (2003:264). Kedua pengertian tersebut membimbing kita dalam memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan kata, yakni: (1) kata yang dipilih harus tepat. Hal ini dapat diartikan bahwa kata yang dipilih harus dapat mengungkapkan gagasan yang akan disampaikan; (2) kata yang dipilih lazim digunakan. Kelaziman penggunaan kata dalam suatu komunitas dan keadaan akan menghindarkan kata itu dari karancuan makna; (3) secara fisik, kata itu benar. Poin ini lebih menyorot kepada pembentukan kata itu sendiri. Apakah kata itu sudah sesuai dengan EYD, khususnya pada penggunaan unsur serapan. Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting, baik dalam lisan maupun tulisan. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lepas dari kamus. Kamus dapat memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, ketepatan makna yang diperlukan.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan cepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata harus sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata tersebut. Diksi juga berkaitan dengan makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna kata sebenarnya yang bersifat langsung dan lugas, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang tidak sebenarnya yang bersifat tidak langsung, implisit, ambigu, dan menyiratkan nilai rasa.
Misalnya : Kata kursi, makna denotasinya tempat duduk, makna konotasinya jabatan. Tempat basah, makna denotasinya pengairan, sungai, atau laut, makna konotasinya jabatan yang relatif mudah mendatangkan uang.
Selain penggunaan makna denotasi dan konotasi, pilihan kata juga perlu menggunakan kata-kata tertentu yang maknanya umum dan kata-kata tertentu yang maknanya khusus. Kata umum adalah kata yang banyak diterapkan untuk berbagai hal yang maknanya mencakupi keseluruhan hal yang bersangkutan. Sedangkan kata khusus adalah kata yang diterapkan untuk hal tertentu yang maknanya mengacu hanya pada hal yang bersangkutan. Selain itu, diksi juga menyangkut pilihan kata yang maknanya sinonim, homonim, ungkapan, dan idiom. Sinonim adalah dua kata atau lebih yang tulisan dan ucapanya berbeda, tetapi maknanya sama. Homonim adalah dua kata atau lebih yang tulisan dan ucapannya sama, tetapi maknanya berbeda. Contoh:
§ Dalam hierarki jabatan struktural di universitas kedudukan ketua jurusan berada di bawah dekan
§ penonton dibuat tegang ketika dalam kedudukan 14-13.
Ungkapan adalah kata bentukan baru atau gabungan kata yang mempunyai makna baru.
Contoh:
§ Pejabat yang terlibat kasus korupsi itu, kini telah dirumahkan.
Idiom adalah gabungan kata yang mempunyai makna baru dan maknanya tidak dapat ditelusuri dari makna kata asalnya.
Contoh:
§ Taiwan kini sedang menghadapi bahaya serangan negeri tirai bambu.
2. Syarat-Syarat Pemilihan Kata
a. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang terkandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Kata makan misalnya, bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif) tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna kata adalah makna denotatif atau konotatif.
b. Makna Umum dan Khusus
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mujair atau tawes. Ikan tidak hanya mujair atau tidak seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki dan ikan mas. Sebaliknya, tawes pasti tergolong jenis ikan demikian juga gurame, lele, sepat, tuna, dan baronang pasti merupakan jenis ikan. Dalam hal ini kata acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan ikan mas.
c. Kata abstrak dan kata konkret.
Kata yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra disebut kata konkret, seperti meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang sifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan. Karangan tersebut dapat menjadi samar dan tidak cermat.
d. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Kita ambil contoh cermat dan cerdik kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar.
Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna konotatif suatu kata.
e. Kata Ilmiah dan kata popular
Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi khusus.
Yang membedakan antara kata ilmiah dengan kata populer adalah bila kata populer digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, kata-kata ilmiah digunakan pada tulisan-tulisan yang berbau pendidikan. Yang juga terdapat pada penulisan artikel, karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.
Agar dapat memahami perbedaan antara kata ilmiah dan kata populer, berikut daftarnya:
Kata Ilmiah
|
Kata populer
|
Analogi
|
Kiasan
|
Final
|
Akhir
|
Diskriminasi
|
perbedaan perlakuan
|
Prediksi
|
Ramalan
|
Kontradiksi
|
Pertentangan
|
Format
|
Ukuran
|
Anarki
|
Kekacauan
|
Biodata
|
biografi singkat
|
Bibliografi
|
daftar pustaka
|
3. Diksi dalam retorika
Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu pertama, ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan, dan kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tadi.
Persoalan ketepatan pilihan kata akan menyangkut pula masalah makna kata dan kosa kata seseorang. Ketepatan makna kata menuntut pula kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana hbungan antara bentuk bahasa(kata) dengan referensinya
Persoalan ketepatan pilihan kata akan menyangkut pula masalah makna kata dan kosa kata seseorang. Ketepatan makna kata menuntut pula kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana hbungan antara bentuk bahasa(kata) dengan referensinya
Kosa kata berbeda dengan diksi. Jika kosa kata merupakan kekayaan perbendaharaan kata yang ada dalam sistem kognitisi seseorang, maka diksi merupakan kemampuan orang mendayagunakan kosakatanya dalam kegiatan berkomunikasi. Diksi sangat dipengaruhi oleh kekayaan kosa kata seseorang. Menurut Keraf (1984: 3) persoalan diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dibandingkan dengan persoalan menjalin atau merangkai kata-kata itu dalam bertutur, lisan maupun tulis. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata yang dipilihnya untuk menimbulkan gagasan-gagasan yagn tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti apa yang dipikirkan oleh penulis atau pembicara.
Untuk mendayagunakan ketepatan diksi, dituntuk kesadaran penulis atau pembicara mengetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa dengan referensinya. Diksi hendaknya memenuhi dua syarat: pertama, kebakuan, yaitu: (a) kebakuan penulisan, alat ukurnya adalah EYD, atau ketepatan pengucapan, (b) kebakuan bentuk kata, alat ukurnya adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan, (c) kebakuan gramatikal, alat ukurnya Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (BTBBBI). Kedua, ketepatan yaitu berkaitan dengan aspek makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Untuk ketepatan makna leksikal alat ukurnya KBBI, sedangkan ketepatan makna gramatikal pada tingkat frasa, klausa dan kalimat diukur dengan BTBBBI.
B. Gaya Bahasa
- Pengertian Gaya Bahasa
Keraf (2006, 112-113) mengatakan: Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style diturunkan dari kata latin stilus,yaitu semacam alat untuk menulis pada lempeng lilin.keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi.pada waktu penekanan dititik beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau menggunakan kata-kata secar indah. Style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulus (pemakai bahasa)
Lain halnya dengan tarigan (1985:5) yang mengemukakan “gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek pembicaraan dengan jalan memperbandingkan sesuatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum”
Atmazaki (2005:08), mengemukakan “gaya bahasa naratif merupakan bentuk-bentuk ungkapan yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan ceritanya.penggunaan gaya bahasa dalam mengungkapanide atau tema yang diajukan dalam karya sastra dapat beragam dari pengarang yang satu kepada pengarang yang lain”. Hal senada diungkapkan oleh semi (1984:38-41), gaya penceritaan adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa.tingkah laku berbahasa ini merupakan suatu sarana sastra yang amat penting. Tanpa bahasa, tanpa gaya bahasa, sastra tidak ada. Gaya bahasa yang digunakan oleh sastrawan, meskipun tidaklah terlalu luar biasa, adalah unik karena selain dekat dengan watak dan jiwa penyiar, juga membuat bahasa yang digunakan berbeda dalam makna dan kemesraannya. Jadi, gaya lebih merupakan pembawaan pribadi.
Gaya bahasa menyangkut kemahiran mengarang mempergunakan bahasa sebagai medium fiksi. Penggunaan bahasa tulis dengan segala kelebihan dan kekurangannya harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh pengarang. Penggunaan bahasa harus relevan dan menunjang permasalahan-permasalahan yang hendak dikemukakan; harus serasi dengan teknik-teknik yang digunakan; dan harus tepat menggunakan alur, penokohan, latar, tema dan amanat. Penggunaan gaya bahasa oleh pengarang yang langsung jadi narrator akan memberi petunjuk suasana, waktu dan tempat ( Muhardi dan Hasanudin ws, 2006:43-45)
Berdasarkan pendapat para ahli bahasa di atas, disimpulkan bahwa gaya bahasa ditekankan pada keahlian untuk menulis indah dan unik.gaya bahasa yang digunakan seseorang bertujuan untuk mengungkapkan pikiran yang dapat mencerminkan jiwa dan kepribadian pengarang. Gaya bahasa yang baik dikategorikan pada bahasa yang relevan dan dapat menunjang permasalahan yang hendak dikemukakan serta bahasa yang dengan tepat merumuskan alur, penokohan, latar, tema dan amanat.
- Jenis-jenis Gaya Bahasa
a. Segi Nonbahasa
Gaya bahasa (style) dapat dibagi menjadi tujuh, yaitu :
1) Berdasarkan pengarang;
2) Berdasarkan masa;
3) Berdasarkan medium;
4) Berdasarkan subyek;
5) Berdasarkan tempat;
6) Berdasarkan hadirin, dan
7) Berdasarkan tujuan.
b. Segi Bahasa
1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata. Meliputi gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan.
2) Gaya bahasa berdasarkan nada. Meliputi : gaya bahasa sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah.
3) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat. Meliputi : klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, repetisi, Repetisi terbagi menjadi : epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis.
4) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Meliputi gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris meliputi : aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks, dan oksimoron. Gaya bahasa kiasan, meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel, dan fabel, personifikasi atau prosopopoeia, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, dan sarkasme, satire, inuendo, antifrasis, serta pun atau paranomasia.
- Gaya Bahasa dalam Retorika
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. kata style diturunkan dari kata latin stilus yaitu semacam alat untukmenulis pada lempengan lilin. Maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata kata secara indah .
Gaya bahasa atau style menjadi masalah atau bagian diksi atau pilihan kayta yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakain kata.
(a) Aliran Platonik : menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan ; menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style ada juga yang tidak memiliki style.
(a) Aliran Platonik : menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan ; menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style ada juga yang tidak memiliki style.
(b) Aliran Aristoteles : menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren yang ada dalam tiap ungkapan. Bila kita melihat gaya secara umum kita dapat mengatakan bahwa gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri entah melalui bahasa ,tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara menungkapkan pikiran melalui bahsa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Sebuah gaya bahsa yang baik harus mengandung tiga unsure berikut : kejujuran, sopan santun dan menarik.
a. kejujuran
Kejujuran dalam bahsa berarti : kita mengikuti aturan aturan, kaidah kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Berbelit belit adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran.
b. Sopan-santun
Yang dimaksud dengan sopan –santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara. rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan atau kesingkatan. kejelasan dengan demikian akan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu:
1) kejelasan dalam struktur gramitikal kata dan kalimat ;
2) kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata kata atau kalimat tadi;
3) kejelasan dalam pengurutan ide secara logis ;
4) kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan .
5) kesingkatan sering jauh kebih efektif daripada jalinan yang berliku liku.
c. Menarik
Kejujuran ,kejelasan serta kesingkatan harus merupakan langkah dasar dan langkah awal .Sebuah gaya yang menarik dapat di ukur melalui beberapa komponen berikut: variasi ,humor yang sehat ,pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas) dan penuh daya khayal(imajinasi).
Vitalitas dan daya khayal adalah pembawaan yang berangsur angsur dikembangkan melalui pendidikan , latihan , dan pengalaman.
Vitalitas dan daya khayal adalah pembawaan yang berangsur angsur dikembangkan melalui pendidikan , latihan , dan pengalaman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kreatifitas dalam memilih kata merupakan kunci utama bagi seorang pengarang maupun untuk penulisan gagasan serta ungkapan. Penguasaan dalam mengolah kata juga menjadi faktor penting untuk menghasilkan tulisan yang indah dan enak di baca. sehingga makna dengan tepat pada setiap pilihan kata yang ingin disampaikan. Diksi adalah kemampuan penulis untuk mendapatkan kata agar dalam pembacaan dan pengertiannya tepat.
Kata ilmiah adalah kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Pembentukan kata atau istilah adalah kata yang mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu. Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan pengertian suatu hal atau konsep istilah tertentu. Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing yang sudah sesuai dengan EYD.
DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki. 2005. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Padang: Citra Budaya Indonesia
Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Muhardi dan Hasanudin WS. 2006 Prosedur Analisis Fiksi: Kajian Strukturalisme. Citra Budaya Indonesia
Semi. M. Atar. 1984. Anatomi Sastra. Padang: FBSS IKIP Padang.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung; Angkasa.
Fachruddin Ambo E.1988. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Widjono, Hs. 2005. Bahasa Indonesia. Seri Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Zaenal Arifin, Amran Tasai.2000. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akapres.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ada pepetah bilang "Berkomentarlah sebelum engkau dikomentarkan ..."
dan pesan dari gw ... Give Your Comment.
JANGAN berbau SARA, mengejek, arogansi, pornografi, apalagi berbau kecut-kecut gimana gitu ...*JANGAN !!!